Saturday 25 June 2011

Nicola And The Viscount


Judul : Nicola And The Viscount
Penulis : Meg Cabot
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jangan tanya kenapa gue akhir-akhir ini baca buku tipis nggak jelas begini. Gue emang lagi stres sama tugas kuliah dan butuh light read buat menghibur diri. Padahal gue tadinya sedang baca To Kill A Mockingbird, hanya saja untuk sementara buku itu kusingkirkan dulu.

Resensi :
Nicola Sparks yakin dirinya menjadi sumber rasa iri wanita-wanita muda lain. Bagaimana tidak, ia bertunangan dengan Lord Sebastian Bartholomew, pria yang sangat tampan, kaya, dan baik. Ditambah, dirinya bakal mendapat gelar viscountess setelah menjadi istri Lord Sebastian.

Hidup Nicola sempurna, hingga Nathaniel Sheridan mulai menanam benih-benih keraguan di benaknya. Awalnya, Nicola yakin Nathaniel hanya ingin merusak kebahagiannya. Namun, lama-lama ia mulai mempertanyakan perasaan cinta sang viscount padanya. Dan mulai mempertanyakan perasaannya sendiri pada Nathaniel.


Oke, seriusan deh. Si Meg Cabot udah kehabisan ide atau apa. Kok ceritanya agak mirip-mirip dengan si Victoria And The Rogue? Terus kenapa gue bisa beli buku model gini?

Emang gue lagi nggak jelas.

Ceritanya standar, nggak ada yang spesial. Pas buka halaman pertama gue merasa buku ini bakal lebih membosankan daripada yang sebelumnya. Mungkin karena heroine-nya lebih serius kali ya. Tapi ternyata dari segi cerita sih, yang ini lebih bagus dari Victoria And The Rogue. Walaupun tetap sama. Romance-nya nggak kerasa dan nggak jelas kenapa tiba-tiba si cewek dan si cowok jatuh cinta.

Tipe cerita yang masuk mata keluar dari otak.

Tiga bintang untuk tipe light reading begini. Lumayan buat ngeringanin beban kepala. Cuma bukunya nggak ada gregetnya deh. Entah gue lagi nggak mood ato nggak jelas.

Beneran. Gue lagi serba nggak jelas gini. 

Dreamer is in dilemma. Should I feel happy since tomorrow my family come to Singapore or should I be worried since Monday I gonna present my stupid poster? FREAKING OUT... KYAAAAAA...


:)  

Thursday 23 June 2011

Remember When


Judul : Remember When
Penulis : Winna Efendi
Penerbit : Gagasmedia
Kelebihan dari Gagasmedia : covernya cantik banget. Ampun, deh. Bagi gue yang penggemar warna ijo, ini buku super keren deh. Covernya, maksudnya.

Resensi :
Apa pun yang kau katakan, bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada di sana, menunggumu mengakui keberadaannya.

Bagi kita, senja selalu sempurna; bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan dia, juga kisahku, aku dan lelakiku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita isi. Bukankah takdir kita sudah jelas?

Lalu, saat kau berkata, "Aku mencintaimu", aku merasa senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-katamu itu ambigu? Atau, aku saja yang menganggapnya terlalu saru?

"Aku mencintaimu," katamu. Mengertikah kau apa artinya? Mengertikah kau kalau kita tak pernah bisa berada dalam cerita yang sama, dengan senja yang sewarna?

Takdir kita sudah jelas. Kau, aku, tahu itu.


Tampaknya penerbit Gagasmedia spesialis cerita mellow dengan resensi di belakang buku yang tidak jelas. Coba, apa yang dapat lu tangkap dari sinopsis di atas? Nggak ada.

Tapi gue sangat tertarik beli buku ini karena gue baca sinopsis Kenangan Abu-Abu di goodreads. Bagus banget, kayaknya. Soalnya menceritakan dilema. Apalagi dilema adalah tipe cerita favorit gue. Nah, katanya Remember When ini revisi ulangnya.  

Jadi, nggak banyak cingcong gue beli. Lagian gue cukup tau pengarangnya. Gue pernah baca bukunya yang lain, judulnya Refrain. Yah, Refrain sih bagus tapi biasa aja.

Empat bintang.

Gue kagak pernah kasih cerita teenlit dan romance remaja lebih dari tiga bintang biasanya. Tapi Remember When melampaui batas itu sekalipun tidak sebagus yang saya kira sehingga tidak bisa dapat lima bintang. Yah, gue akui gue emang pelit dalam penilaian. Lima bintang hanya untuk buku-buku yang bisa bikin gue nggak tidur dan nggak bisa berhenti baca. 

Yang bikin novel ini bagus itu banyak banget. Prolognya, contohnya. Sewaktu Freya sedang melihat foto masa SMA-nya dan langsung mengingatkannya ke masa silam. Gue langsung tersihir. Beneran. Gue suka banget cerita yang ada flashback dan mengingat masa lalu. Kenangan. Rasanya seperti... magic.

Setelah itu cerita tentang awal masa SMA. Tentang persahabatan dan jatuh cinta. Gue suka tokoh-tokohnya yang sangat berbeda-beda. Walaupun pergantian sudut pandang cukup mengganggu, tapi gue suka banget anehnya. Kerasa banget perbedaan tokoh-tokohnya. Bikin makin sedih apalagi Winna Efendi sangat rapi dalam menulis. Kata-katanya gue banget deh. Gue emang suka tipe mellow dan lebay.    

Lima sudut pandang dengan empat tokoh utama. Freya si pintar yang selalu sendirian (bikin gue kasian dan simpati sama ini anak), Moses yang dewasa, Adrian yang gaul, Gia si ceria, dan Erik si sahabat setia.

Ceritanya Moses pacaran sama Freya, sementara Adrian dengan Gia. Tapi waktu Adrian kehilangan ibunya, dia berubah. Segalanya nggak akan sama lagi. Nah, dari situ masalah mulai muncul.


Terus-terang kalau di dunia nyata ada orang kayak Adrian, gue pasti nggak simpatik. Hanya karena ibunya meninggal, dia bisa berpindah hati begitu aja. Apalagi dia udah ML sama si Gia. Itu udah tanggung jawabnya untuk tidak sembarangan jatuh cinta. Terutama jatuh cinta pada pacar sahabatnya sendiri.


Gue suka sih bagian Adrian yang sangat terus-terang. Justru karena itu semuanya bisa terbongkar. Hanya saja itu jadi nyakitin semuanya. Dan korbannya selalu cewek, si Freya. Adrian sih tetep aja pacaran sama si Gia yang nggak mau ngelepasin karena udah ngasi segalanya buat cowok itu. Freya putus sama Moses dan kehilangan Gia yang adalah sahabatnya. 


Gue ngerti bagian Freya. Dia emang pacaran sama Moses hanya karena Moses yang nyatain cinta ke dia. Freya sendiri mungkin nggak bener-bener cinta sama Moses. Apalagi tipe cewek kayak gini mendambakan percintaan yang romantis. Padahal Moses orangnya kaku dan sangat menghargai cewek sampai takut nyium si Freya. Soal sifat Freya yang pendiam ini sih oke-oke aja. Cuma entah kenapa gue dapet kesan cewek ini lemah banget. Terutama karena penilaian dari sudut pandang Erik yang banyak berpikir soal luka masa lalu Freya setelah kematian ibunya. Aneh banget aja. Kok ibunya meninggal saja bisa sampai separah itu ya? Padahal ibunya meninggal saat dia masih kecil. Apa kalau ada kejadian lebih bombastis, terus dia mau murung dan sedih terus gitu? Lalu Erik terlalu melindungi Freya. Seakan cewek ini nggak bisa apa-apa. Dan gue tidak pernah suka dengan tokoh cewek yang lemah. Gue suka yang tough dan strong.

Dan Adrian yang meledak-ledak dan spontan mungkin menarik bagi Freya. Apalagi setelah ibu Adrian meninggal dan hanya dirinyalah yang memahami karena pernah mengalami hal yang sama. Simpati berkembang menjadi cinta. Menyayangi jadi membutuhkan. 

Itulah dilema. Saat lu nggak bisa memilih kebahagiaan tanpa menyakiti yang lain. Saat berkorban terlihat lebih baik dari segalanya. Sayangnya karena itulah buku ini menceritakan terlalu banyak luka dan sakit hati.

Lalu, epilognya terlalu cepet. Tiba-tiba udah dua tahun kemudian. Yah, tapi memang tipe ceritanya beralur cepet. Jadi, oke juga.


"Being able to live with or without someone is a matter of perspective."

"When you make a decision, you deal with consequences."

Dua kalimat paling mengena ke gue dari bagian epilog. Kalimat ini diucapkan oleh teman Gia di London bernama Kylie. Mungkin itu sebabnya akhirnya Gia melepaskan Adrian dan mau berbaikan dengan Freya lagi.


Tapi tetap saja. Terlalu banyak luka, sakit hati, dan kesedihan yang belum hilang.


Jantungku serasa berhenti berdetak saat melihatnya keluar dari gerbang. Dia masih jangkung seperti dulu, bahkan lebih tinggi dari yang terakhir kuingat. Rambutnya kecokelatan, agak panjang menutupi telinga. Senyumnya masih sama. Dia masih seperti dulu.

Senyum membeku di wajahnya ketika dia melihat Moses. Lalu Erik. Lalu menyapukan pandangan kepadaku. 

Aku berdiri di tengah bandara yang ramai sesak dengan orang, manusia yang melambaikan selamat tinggal, dan orang-orang yang baru saja bertemu kembali. Pikiranku mendadak kosong, seribu satu hal yang tadinya kupikirkan mendadak lenyap. Sudah bertahun-tahun kuyakinkan diri sendiri bahwa aku telah melupakan pria ini, tetapi begitu dia muncul, aku menyangkal semua pernyataan itu dalam hati. Aku masih menyayanginya.

"Freya."

Suara itu .

Aku merindukannya. Tanpa terasa, air mata menetes, bulir bening mengalir di pipiku tanpa dapat kuhentikan. 

"Selama ini..., kamu baik-baik saja?"

Ada berapa banyak hal yang belum sempat aku sampaikan, Adrian?

Oh, bagian itu paling mantap. Gue paling suka bertemu kembali. Semua orang yang suka membahas novel dengan gue pasti tau berapa sukanya gue sama adegan bertemu kembali.

Empat bintang buat Winna. Suka banget sama gaya penulisannya. Gue banget soalnya.

Kapan-kapan gue jadi pengen nulis soal hal-hal yang gue nilai dari sebuah novel. Hehehe...

Another day with a lot of assignments... Dreamer is wondering why studying is so torturing...


:)  

Monday 20 June 2011

Victoria And The Rogue


Judul : Victoria And The Rogue
Penulis : Meg Cabot 
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Resensi :
Lady Victoria Arbuthnot, yang dibesarkan di luar masyarakat kalangan atas London, terbiasa mandiri dan memiliki pendapat sendiri. Ia yakin dirinya selalu tahu yang terbaik. Karenanya, meski baru enam belas tahun, Vicky yakin bahwa Hugo Rothschild, Earl of Malfrey Kesembilan, yang tampan dan memikat akan menjadi suami yang tepat.

Tapi Kapten Jacob Carstairs tidak setuju. Vicky kesal karena Jacob ngotot Hugo bukan pria yang tepat untuknya. Namun, Vicky langsung menyesali sikapnya kepada Jacob setelah mencurigai bahwa Hugo tidaklah seperti yang disangkanya. Vicky tak hanya salah menilai Hugo. Dia juga salah menilai Jacob dan alasan Jacob mencampuri percintaannya dengan sang earl. Akankah Vicky dipaksa mengakui bahwa--untuk pertama kali dalam hidupnya--dia salah?


Pertama kali gue baca Meg Cabot, itu karena gue nonton film Princess Diaries yang katanya dari novel. Pas gue baca, gue jadi cukup suka sama pengarang ini. Alasannya adalah karena gaya bahasa yang dia pakai cukup tidak biasa. Lucu, sarkastis, dan cacat. Dan terutama Meg Cabot sangat kreatif. Dia bisa mengarang dalam model email, diari, dan lain-lain. Temanya juga berbeda-beda. Dia mengarang buat remaja, dewasa, fantasi, dan ini teen historical romance.

Buku ini gue kasih tiga bintang karena cukup lumayan. Yah, bukunya tipis jadi nggak ada isinya sih. Seperti biasa tokoh cewek utamanya punya sifat konyol khas Meg Cabot. Tipe tokoh utama cewek Meg Cabot itu selalu heboh, keras kepala, sedikit tomboy, idealis, dan juga lucu. Victoria di buku ini juga nggak jauh beda.

Sebenernya gue agak nggak suka tipe buku ini. Gue bisa kasih tiga bintang karena ceritanya dan penyampaiannya bagus. Tapi gue nggak gitu suka aja. Biasanya gue baca historical romance yang dewasa, serius, dan seksi. Ini sih nggak ada seksi-seksinya, yang ada cuma masalah remaja biasa yang dikemas secara historical. Dan memang gue nggak gitu suka teenlit

Yah, tapi gue adalah pembaca universal. Gue membaca segala macam genre (kecuali horror). Gue tetep merekomendasikan buku ini buat para remaja. Gue rasa sih mereka bakal jadi suka historical romance dan beralih ke pengarang seperti Lisa Kleypas, Julia Quinn, Johanna Lindsey, dkk. Tapi plis, deh. 17 tahun ke atas itu. Yang sayangnya dijual secara bebas di toko Gramedia. LOL... Seakan gue baca buku seperti itu pas gue udah 17 taun aja. Nggak zaman kali.

Dreamer needs a break, please...


:)

Saturday 18 June 2011

Going Home

Pulang ke rumah, ke tanah air, ke keluarga...

Satu hal yang gue rasain pas mau pulang ke Indonesia kemarin, yaitu senang bukan kepalang (bahasa apa ini? Lebay bener). Emang terus terang gue selalu seneng pulang Bandung. Rumah adalah tempat terbaik. Mau ke manapun gue pergi, rumah selalu akan jadi tempat yang akhirnya dituju juga. Home sweet home.

Apa yang gue lakuin selama di Bandung?

Nggak banyak yang istimewa. Seperti biasa, gue hunting buku di Gramedia sama Palasari. Karena udah lama nggak beli buku, gue jadi maruk dan kampungan kayak nggak pernah beli buku sama sekali. Entah berapa buku yang gue beli. Gue udah nggak bisa itung.

Selain itu, gue pergi ketemu temen-temen SMA gue. Sayang, mereka semua terpencar-pencar. Apalagi Juni bulan ujian pula. Jadinya gue nggak gitu banyak maen sama mereka di kepulangan gue kali ini.

Terus yang mendominasi hari-hari gue adalah makan di luar. Astaga. Saudara gue pada datang sih. Asyik banget. Makan, makan, makan. Padahal janji gue mau diet. Diet dari mana? Ke laut aja deh. Wisata kuliner melulu.

Di rumah gue menghabiskan waktu dengan adik gue main game. Biasalah. Kita berdua emang Dragonica maniac. Nanti kapan-kapan gue tulis soal ini game. Masalahnya, gue jatuh cinta ama ini game sejak gue maen dua tahun lalu. Gue maen versi server SEA (South East Asia), bukan yang Indonesia.

Terakhir... ada saudara gue yang nikah. Umurnya udah 44 taun. Beneran deh, lambat banget ya nikahnya. Begitulah. Pernikahannya singkat dan yang gue inget di otak cuma makanan prasmanannya aja. Hayah, pantesan gue selalu gagal kalo disuruh diet. Ingetnya makanan melulu.

Di atas semua kegembiraan itu, gue selalu merasa pengen marah kalo liburan berakhir. Gue harus balik ke Singapur. Bukan berarti gue benci sama negaranya karena terus terang Singapur enak buat jadi tempat tinggal. Masalahnya adalah kuliahnya.

Makin lama gue makin nggak suka sama bidang yang gue tekuni karena beneran membosankan. Apalagi setelah melihat sepupu-sepupu gue yang melakukan bisnis sendiri padahal belum lulus kuliah. Gue jadi mikir. Sebenernya sekolah juga nggak gitu guna. Cuma perlu niat dan hoki, sukses udah pasti ada di tangan.

Yah, nggak gitu juga sih. Sekolah juga penting. Lagian zaman sekarang nggak sekolah? Dibodohin orang kali.

Tapi masalahnya, jurusan gue super susah dan boring. Nyebelin banget deh. Beneran kalo saja gue ikut kata hati sejak dulu. Gue pasti udah masuk sastra Mandarin atau sastra Inggris. Dari dulu kan passion gue di situ. Cuma seperti kata nenek gue, "Mau jadi kere apa? Bahasa mah nggak bisa ngasi lu makan!"

Duh, jahat sekali. Masa hobi gue dihina begitu? Sedih kan gue (LOL, lagi sok sedih ceritanya).

Bahkan... nenek gue nyuruh gue ambil master. Spesialis darah pula. OMG!!!!! Belum tau aja kalau hematologi (ilmu darah) itu super sulit. Emang sih di taun ketiga ini gue ambil spesialisasi patologi sel, yang berarti mencakup darah juga. Tapi katanya selama ini, selalu saja setengah kelas hematologi itu nggak lulus (amit-amit, jangan sampe gue nggak lulus, A BIG NO NO NO!!!!). Mau mati aja kalo gue ambil bidang itu.

Yah, gue cuma berharap cepet lulus. Udah nggak sabar pengen kerja (bukan pengen kawin, plis deh). Gue lebih suka cari uang, lebih ada tujuan. Kuliah? BAH! Abisin duit iya, nggak ngejamin kita bakal sukses juga. Malesin, deh.

Nah, proyek gue setelah kembali ke Singapur... (selain tugas-tugas budug yang menyebalkan) adalah belajar main saham. Kayaknya seru tuh. Terus gue juga harus menyelesaikan novel gue. Gue mau coba ngirim ke penerbit. Gue mau membuktikan kalo passion gue di bahasa nggak sia-sia (KAYAK BISA AJA!!! CUPU BEGITU!!! <---- penghinaan dari setan pesimis di kepala gue).

Jadi, begitulah.

Gue juga lagi kesel sama kelompok presentasi gue. Masalahnya anggota kelompoknya dipilihin, sih. Bikin keki aja. Mending anggotanya efisien. Masa bikin presentasi sebulan kagak kelar? Kalau kelompoknya sama temen sih, seminggu juga jadi. Ampun, deh. Dosennya aneh bener. Katanya, orang di dunia kerja nggak pernah sama. Kita harus kerja bersama orang-orang yang berbeda-beda, jadi harus latian dari sekarang. Pengen marah nggak sih? Kerja itu dimotivasi oleh duit!!!!!! Orang-orangnya pasti giat dan rajin demi DUIT!!!!! Ini sih apaan? Kan nggak semua orang peduli sama tugasnya. UGH!

Cukup mengeluhnya. Gue bisa tambah bete kalau inget tugas presentasi itu. Mending gue main aja. Hehehe...

Dreamer misses home already,


:)

The Pilgrimage


Judul : The Pilgrimage
Penulis : Paulo Coelho
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Paul Coelho lagi... Yay!!!

Resensi :
Dalam novel ini, yang terbit sebelum The Alchemist---Sang Alkemis, Paulo menempuh perjalanan untuk mencapai pengetahuan diri, kebijaksanaan, dan penguasaan spiritual.

Dipandu oleh teman seperjalanannya yang misterius bernama Petrus, Paulo menyusuri jalan ke Santiago yang suci, melalui serangkaian cobaan dan ujian sepanjang jalan---bahkan bertatap muka dengan seseorang yang mungkin sang iblis sendiri. Kenapa jalan menuju hidup sederhana ternyata sangat sulit? Apakah Paulo akan menjadi cukup kuat untuk menggenapkan perjalanan menuju kerendahan hati, kepercayaan, dan keyakinan?

Paulo Coelho adalah pencerita yang memukau, menginspirasi orang di seluruh penjuru dunia untuk melihat lebih dari hal yang biasa menuju hal yang menakjubkan.


Ini buku pertama Paul Coelho yang menceritakan perjalanan mencari pedang yang gue nggak gitu ngerti isinya. Masalahnya ini tentang kepercayaan Tradisi yang nggak pernah gue denger sebelumnya. Aneh aja, menurut gue.

Memang banyak kalimat-kalimat pencerahan yang bagus seperti biasanya. Hanya saja banyak bagian penjelasan tentang Tradisi yang gue nggak ngerti. Apalagi bagian penjelasan tentang iblis yang merasuki seorang wanita pemelihara anjing. Terus juga bagian anjingnya yang kerasukan dan berkelahi dengan Paul Coelho. Aneh beneran. Agak mistis, jadi gue nggak gitu suka.

Di dalamnya ada latihan-latihan yang bakal bikin orang semakin peka terhadap sekelilingnya. Cukup menarik karena ternyata latihannya begitu sederhana, tapi perlu diulang berkali-kali sampai bosan kali ya baru bisa jadi masternya. Hehehe...

Tiga bintang untung bagian kalimat pencerahan yang seperti biasa... sangat mencerahkan. LOL

Dreamer is busy again and again and again, sigh*


:)

Wednesday 15 June 2011

Dream High

Tepat sebelum gue pulang ke Bandung kemaren, gue sempet nonton satu drama Korea berjudul Dream High. Drama ini lumayan baru. Pas pertama drama ini muncul, temen-temen gue pada ribut maksa gue nonton seperti biasanya. Tapi dasar gue yang nggak gitu suka nonton, gue nggak langsung nonton ini drama.

Dan kebetulan sekali mood nonton gue sedang bagus jadi gue coba nonton drama ini yang udah gue copy dari hardisk temen gue.



Dream High... Sesuai judulnya, di dalam film ini menceritakan bahwa seseorang harus berani bermimpi tinggi. Yah, gimana ya? Judul blog gue aja "Notes of The Dreamer". Gue juga suka novel Andrea Hirata berjudul "Sang Pemimpi. Kesimpulannya, gue emang paling suka topik yang ada hubungannya dengan mimpi.

Drama Korea ini adalah satu-satunya drama yang gue nonton dengan mata melek tanpa ngantuk sama sekali. Nggak ada satu bagian pun di mana gue pengen skip karena bosan. Ceritanya terlalu bagus dan banyak sekali kata-kata bijak yang keren. Tokoh-tokohnya punya sifat yang kuat walaupun mungkin tidak baik.

Menceritakan enam orang yang berbeda-beda.

Hye Mi, si jago nyanyi klasik yang udah les dari kecil dan dapet beasiswa di Juilliard, adalah cewek keras kepala, angkuh, dan sangat tough. Gue suka tokoh ini karena dia bener-bener berkarakter walaupun menyebalkan. Dia masuk ke Kirin Art School dengan beban karena ia merasa sekolah itu tidak setingkat dengan kemampuan dirinya. Tapi ia butuh membayar hutang ayahnya sehingga ia terpaksa masuk ke sekolah yang menurutnya sampah itu.

Jin Gook, si berandal tak punya mimpi yang ternyata anak politikus, adalah sosok yang sangat dewasa, tegas, dan penuh perhitungan. Dia masuk ke Kirin karena tidak punya tujuan hidup. Lagipula keberadaannya dibutuhkan untuk bisa membantu Hye Mi (dia harus ikut masuk sekolah itu bertiga dengan Hye Mi dan Sam Dong, kalau nggak mereka bertiga tidak ada yang boleh masuk). Gue cukup suka sama tokoh ini karena orangnya bener dan bisa diandalkan. Dia suka sama Hye Mi dan dia memahami sifat jelek cewek itu. Tapi dia berusaha mengubah sifat itu dengan menegur Hye Mi setiap saat.

Sam Dong, anak miskin berbakat yang tidak mau menyanyi karena takut menyakiti hati ibunya, adalah sosok yang lugu, polos, setia, dan ceria. Dia jatuh cinta pada Hye Mi sejak pandangan pertama sekalipun Hye Mi tidak pernah memandangnya sama sekali. Jenis cinta Sam Dong dan Jin Gook mungkin sedikit berbeda. Sam Dong lebih berdedikasi dan menerima Hye Mi apa adanya sedangkan Jin Gook berani menegur sewaktu Hye Mi berbuat salah. Tokoh ini mengajarkan Hye Mi untuk tidak menyimpan dendam. Sayangnya, di akhir ia punya sedikit cacat yaitu terkadang ia suka tiba-tiba tuli.

Baek Hee, awalnya seorang pengikut Hye Mi tapi berbalik menjadi musuh karena dihina oleh Hye Mi, adalah orang yang baik. Hanya saja karena ia ingin menjadi nomor satu setelah dihina Hye Mi, ia jadi banyak melakukan kejahatan dan kecurangan. Gue suka melihat perubahannya setelah Hye Mi mengatakan kalau orang merasa tidak senang saat temannya mencapai kesuksesan, berarti orang itu sudah hidup di neraka (Hye Mi mengutip kata-kata ini dari Sam Dong).

Pil Sook, cewek gendut bersuara sangat bagus yang lucu ini, adalah salah satu tokoh yang gue suka. Soalnya dia selalu yakin akan cita-citanya. Yang gue suka adalah bagian dia jatuh cinta sama si Jason. Dia berani menurunkan berat badannya demi cowok itu.

Jason, cowok dengan kemampuan dance yang hebat namun tidak pernah serius dalam menjalani segala hal, adalah cowok populer di sekolah itu. Ia bersahabat dengan Pil Sook sampai akhirnya ia jatuh cinta sama Pil Sook. Orangnya pecicilan. Gue suka banget bagian cemburu-cemburuan hubungannya dengan Pil Sook. Itu duaan cute banget kalo pacaran.

Mereka disatukan di Kirin Art School. Banyak kejadian sedih yang membuat gue terharu, kejadian lucu, hari-hari anak muda yang dipenuhi ambisi, persahabatan, dan persaingan. Gue bahkan suka sama guru-gurunya yang unik. Terutama Kang Oh Hyuk. Dia dianggap guru yang gagal sehingga ditugaskan mengajar khusus tiga murid yang terlantar (Hye Mi, Jin Gook, dan Sam Dong). Tapi seiring berjalannya waktu gue suka sama guru jujur dan penyabar ini. Ketiga murid didikannya sukses besar. Oh Hyuk suka mengucapkan nasehat-nasehat sederhana yang cukup bagus. Mantap, dah.

Tokoh favorit : Sam Dong, Pil Sook, Oh Hyuk, dan Jason. Alasan : nggak jelas. Gue suka aneh, bisa suka sama tokoh-tokoh yang nggak penting.

Drama yang sangat patut ditonton. Gue nggak pernah suka drama Korea karena terlalu bertele-tele. Rata-rata gue selalu nggak bisa nyelesaiin semuanya. Gue pasti berhenti di episode tertentu. Tapi yang satu ini top markotop.

Dan sebagai tambahan, lagu-lagunya bagus, bo!!! Nggak kalah sama High School Musical, LOL.

Cheers from the musical drama maniac,


:)

Monday 13 June 2011

Love in The Afternoon


Judul : Love In The Afternoon (The Hathaways #5)
Penulis : Lisa Kleypas
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Akhirnya... Gue selesai juga baca seri terakhir Hathaway. Kali ini tentang Beatrix si bungsu yang sangat menyukai binatang.

Resensi :
Beatrix, si bungsu Hathaway yang pencinta binatang dan alam, selalu lebih nyaman berada di alam terbuka daripada di dalam ruang dansa. Meskipun telah mengikuti serangkaian season di London, Beatrix yang kecantikannya klasik dan berjiwa bebas belum pernah jatuh cinta ataupun didekati pria...

Kapten Christopher Phelan, prajurit yang sangat pemberani, berencana akan menikahi teman Beatrix, Prudence Mercer, sekembalinya dari pertempuran. Namun, dalam surat-suratnya kepada Prudence, ia mengatakan kehidupan di medan peperangan telah mengubahnya menjadi orang yang sangat berbeda. Prudence tidak suka menulis surat, dan kecewa membaca surat-surat pria itu. Beatrix membantu Prudence menuliskan surat-surat jawaban. Surat-menyurat itu segera berkembang menjadi kedekatan jiwa yang dalam... Christopher bertekad menemui wanita yang dicintainya itu. Tindakan Beatrix yang semula hanyalah berpura-pura berubah menjadi siksaan cinta yang tak sampai...



Dari semua buku Hathaway, buku ini memiliki resensi yang paling menarik menurut gue. Gue sangat suka salah sangka dan cinta terlarang seperti ini. Jadi, gue sangat excited buat baca buku ini.

Tapi...

Sayangnya gue nggak ngerasa buku ini sebagus yang gue bayangkan. Terlalu bertele-tele dan aneh di bagian akhir. Padahal gue udah suka banget bagian awal yang menuliskan surat-surat antara dua tokoh utama. Gue sampai nggak bisa berhenti ber-"ow", "wah", dan "aw" pas bagian surat itu.

Yah, bagi gue ada sesuatu yang kurang dari  buku ini. Bukan dari ide cerita, tapi dari pengembangan idenya. Kesannya terlalu biasa dan tidak berkesan. Walaupun begitu, gue sangat menikmati kemunculan Leo yang memang selalu jahil dan annoying seperti biasa. Ih... gemes aja gue sama itu cowok.

Tiga bintang untuk penguntaian kata-kata Lisa Kleypas. Kalimat suratnya astaganaga. Keren banget. 

Dreamer is back to hell, seriously (I mean assignments and those kinds of stuff),


:)

Sunday 12 June 2011

Biru


Judul : Biru
 Penulis : Agnes Jessica
Penerbit : Pustaka Hermon
Resensi :
Sebuah sekolah di tengah Kota, tua dan hampir tergilas jaman. Ada Seorang guru yang menghadapi dilema, haruskan tetap di tempat dengan murid-murid yang sama, situasi yang sama, tekanan yang sama, atau keluar dan menerima tawaran pekerjaan dengan gaji yang lebih baik. Ada seorang kepala sekolah yang menghadapi dilema , haruskah bercerai dengan pasangannya yang tidak mengerti dirinya, atau meniti hubungan baru dengan pasangan yang baru, dengan kemungkinan masa depan yang lebih baik. Ada seorang murid yang menghadapi dilema, haruskah mengikuti segala aturan sekolah yang tidak masuk akal atau membeli soal ujian dengan jaminan kelulusan dan nilai yang baik. Ada seorang pesuruh yang menghadapi dilema, haruskah bekerja lebih baik dengan gaji yang tidak cukup, atau mengambil sebuah kesempatan menarik yang tidak akan datang kedua kali. Ada seorang orang tua murid yang menghadapi dilema, haruskah memakai uangnya untuk orang lain, atau membeli tanah yang diinginkannya untuk investasi. Ada seorang pemilik sekolah yang menghadapi dilema, haruskah korupsi atau tetap melakukannya.

Sebuah sekolah di tengah kota, tua dan hampir tergilas zaman. Di dalamnya kita bisa melihat dunia kecil dengan satu sistem yang mengikat, yang tidak bisa diperbaiki kecuali ada satu orang yang membuat perubahan dan mematahkan rantai itu.


Biru adalah buku kelima dari seri pelangi karangan Agnes Jessica. Gue emang pengkoleksi setia buku-buku karangan dia. Sebenernya gue nggak suka-suka banget buku-bukunya. Tapi gara-gara gue jatuh cinta sama buku karangan dia yang judulnya Pelangi Biru dan Jejak Kupu-Kupu, jadi deh gue koleksi. Padahal lama-lama gue bisa baca plot karangan, tipe cerita, dan penokohan khas dia yang mirip sinetron.

Yah, boleh dibilang Agnes Jessica bisa selalu dapat tiga bintang dari gue. Buku dia cukup menghibur, ringan, dan lumayan bagus.


Untuk seri pelangi, gue cukup kaget karena Agnes Jessica berani menuliskan tema rohani yang sangat kuat. Buku-bukunya sangat kaya akan ayat-ayat alkitab, nasihat pewartaan injil, dan berdoa. Gue sih nggak keberatan karena kebetulan gue juga beragama Kristen. Tapi sayangnya gue bukan tipe yang menyukai hal-hal berbau agama.


Tapi ceritanya cukup bagus sih dari segi romance gabungan dengan tema rohani. Malah sangat bagus, menurut gue.


Untuk seri kelima berjudul Biru, gue akui romance-nya kurang menonjol. Lebih banyak menonjolkan seri kemanusiaan dan kebaikan. Malah kerohaniannya juga jauh lebih sedikit porsinya dibandingkan Kuning yang tokoh-tokohnya ada yang menjadi pastur dan pendeta.


Buku ini dapat tiga bintang. Gue suka beberapa kalimat penjelasan sifat manusia yang dijabarkan Agnes Jessica. Gue malah cukup menikmati membaca buku ini. Tapi memang ceritanya dangkal dan penokohannya tidak begitu jelas. Seakan-akan Agnes Jessica hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan seri pelanginya.


Gue penasaran dengan kelanjutan kisahnya yang berjudul Nila dan Ungu. Kedua buku itu menceritakan anak kembar yang saling berhubungan. Kayaknya sih bagus.

Dreamer is in Bandung,


:)