Tuesday 20 September 2011

By The River Piedra I Sat Down And Wept

 

Judul : By The River Piedra I Sat Down And Wept
Penulis : Paulo Coelho
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Resensi :
"Cinta adalah perangkap. Ketika ia muncul, kita hanya melihat cahayanya, bukan sisi gelapnya"

Begitulah yang semula dipercaya Pilar. Tapi apa yang terjadi ketika ia bertemu kembali dengan kekasihnya setelah sebelas tahun terpisah? Waktu menjadikan Pilar wanita yang tegar dan mandiri, sedang cinta pertamanya menjelma menjadi pemimpin spiritual yang tampan dan karismatik. Pilar telah belajar mengendalikan perasaan-perasaannya dengan sangat baik, sementara kekasihnya memilih religi sebagai pelarian bagi konflik-konflik batinnya. Kini mereka bertemu kembali dan memutuskan melakukan perjalanan bersama-sama. Perjalanan itu tidak mudah, sebab dipenuhi sikap menyalahkan dan penolakan yang muncul kembali setelah lebih dari sepuluh tahun terkubur dalam-dalam di hati mereka. Dan akhirnya, di tepi Sungai Piedra, cinta mereka sekali lagi dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan terpenting yang bisa disodorkan kehidupan.

Buku ini tipis sekali. Cuma 222 halaman. Tapi anehnya saya merasa seperti membaca sesuatu yang berat. Memang isinya lebih banyak menceritakan kepercayaan terhadap Tuhan dalam sisi feminin, bahwa Bunda Maria dianggap sebagai sisi feminin Tuhan.

Menurut saya, isinya bisa diperdebatkan. Yang saya tahu banyak orang menganggap Maria hanyalah manusia biasa yang penuh dosa. Terutama di agama Kristen selalu dibilang Maria tidak layak disembah karena hanya Yesus saja yang pantas.

Yah, terserahlah. Urusan begituan nggak pernah bisa beres diperdebatkan.

Namun setelah membaca ini, saya cukup percaya kalau Tuhan adalah wanita juga pria. Di dalam kitab suci dikatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia sesuai gambar dirinya dan itu jelas sekali kalau Tuhan mirip dengan manusia.

Selain menceritakan konsep Bunda Maria itu, di buku ini diceritakan Pilar dan pria yang menjadi cinta pertamanya. Si pria tidak pernah disebutkan namanya sampai akhir dan saya tidak tahu kenapa. Apa Paulo Coelho ingin para pembaca menebaknya? Tapi saya tidak punya ide sama sekali.

Tiga bintang untuk satu konsep kesukaan saya di dalam buku ini. Bahwa kita harus selalu mengambil resiko untuk mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup, membiarkan sesuatu yang tidak terduga terjadi. Kita harus memperhatikan kehidupan supaya bisa menemukan saat-saat magis (saya rasa saat magis yang dimaksud adalah kesempatan) yang akan membawa kita pada mimpi-mimpi kita. Dalam perjalanan itu kita pasti akan mengalami banyak kekecewaan namun semua itu bersifat sementara saja. Dan di masa nanti kita menoleh ke belakang, kita akan merasa bangga. Kalau orang tidak suka mengambil resiko, memang dia tidak akan banyak mengalami kesulitan. Tapi di satu titik hidupnya nanti ia akan menoleh ke belakang dan bertanya-tanya apa yang sudah dilakukannya dengan mukjizat dan karunia yang diberikan Tuhan pada mereka. Dan pada saat itulah mereka baru sadar kalau mereka sudah menyia-nyiakan hidupnya, namun sayangnya saat-saat magis itu telah berlalu. (DIRINGKAS DARI : halaman 21-22)

Selain itu, konsep yang saya suka adalah tentang jiwa kanak-kanak yang selalu ada dalam diri kita. Kita harus selalu percaya dan bergantung pada jiwa kanak-kanak karena mereka percaya akan keluguan dan keajaiban. Jiwa kanak-kanak selalu berkhayal dan bercahaya (saya rasa jiwa kanak-kanak adalah suatu pikiran positif yang mempercayai keajaiban). Jangan pernah kehilangan kontak dengan jiwa kanak-kanak yang ada dalam diri kita.

Keren. Tapi terlalu tipis bukunya, hehehe...

Dreamer is in the mood for shopping,


:)  

No comments:

Post a Comment