Wednesday 5 October 2011

Love, Hate & Hocus Pocus


Judul : Love, Hate, & Hocus-Pocus
 Penulis : Karla M. Nashar
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Resensi :
HATE at first sight. Itulah definisi yang tepat untuk menggambarkan Troy Mardian dan Gadis Parasayu. Mereka partner kerja yang dinamis---sedinamis gejolak permusuhan yang terus meletup di antara mereka berdua.

Menurut Gadis, Troy Mardian adalah contoh sempurna tipe manusia yang tercabut dari akarnya. Jelas-jelas asli Indonesia, kok pakai bertingkah ala bule? Rambut dicokelatin, ngomong selalu pakai Inggris, barang-barang harus designer label, dan mati-matian mempertahankan imej metroseksual biar tetap bisa menyandang gelar The Most Eligible Bachelor in Indonesia yang dijuarainya berturut-turut pada sebuah kontes nasional.

Sedangkan menurut Troy, Gadis Parasayu (atau Paras Ayu) adalah nama terkonyol yang pernah didengarnya. Di Amerika tempat Troy dibesarkan, nggak ada orangtua yang cukup gila menamai anak mereka dengan Beautiful Face Girl. Narsis sekali! Okelah, wajahnya memang eksotis plus lekuk bodi bak JLo, tapi masa sih doyan banget pakai merek lokal? So nggak kosmopolitan deh!

Hanya satu persamaan mereka. Sama-sama nggak percaya dengan yang namanya hocus-pocus, ramal-meramal, paranormal, astrologi, kartu tarot, feng shui, atau apa pun sebutannya yang berhubungan dengan dunia pernujuman.

Lalu apa yang terjadi saat mereka terbangun pada suatu Minggu pagi cerah, dan mendapati diri mereka berada di ranjang yang sama dalam kondisi bak Adam dan Hawa saat pertama kali terdepak dari Firdaus---bugil, plus cincin kawin yang melingkari jari manis masing-masing, serta sepotong memori kabur tentang pernikahan yang mereka lakukan tiga belas hari yang lalu?!


Buku seperti inilah alasan kenapa saya benci metropop. Entah kenapa saya merasa si pengarang hanya asal nulis dan mengalir begitu saja. Tidak ada pengaturan plot dan kejutan menarik dalam novelnya. 

Saya tidak perlu menguraikan apa isi ceritanya. Dari resensi juga sudah jelas. Dan novel ini mengingatkan saya pada kisah dongeng Nutcracker di mana si tokoh utama bangun di akhir cerita dan ternyata semua petualangan yang dia alami hanyalah mimpi. Tapi... ternyata orang-orang yang ditemui di mimpi itu nyata.

Saya benci banget endingnya. Menggantung dan seperti tipe Nutcracker. Buat apa cerita panjang-panjang kalau akhirnya ternyata hanya mimpi? Memang sih, pembaca bisa menduga kalau akhirnya kedua tokoh utama bakal jadian. Tapi kan...

Dan yang paling parah adalah tokoh utama cowoknya. Nggak apa-apa sih kalau metroseksual. Cuma nggak tahu, deh. Mungkin karena buku ini lebay-nya nggak dikontrol, saya jadi agak kesal bacanya. Memang saya sempat geli sendiri sampai ketawa-ketawa melulu. Tapi tetap saja. The most eligible bachelor in indonesia????!!! Metroseksual????!!!! Puhleaseeeeee...

Dua bintang saja, deh.

Dreamer is in bad mood, really...


:)

No comments:

Post a Comment