Sunday 29 December 2013

Requiem


Judul : Requiem (Delirium #3)
Penulis : Lauren Oliver
Tebal : 391 halaman
Penerbit : Harper Collins

They have tried to squeeze us out, to stamp us into the past. 

But we are still here.

And there are more of us everyday.

As her country erupts in open rebellion, Lena fights for the resistance and must make a heartbreaking choice between two loves.

After saving Julian from a death sentence, Lena escapes with him and other members of the resistance. But as she embraces her love for Julian, a boy from her past returns and causes her to question everything. 

In the meantime, Lena's best friend, Hana, is engaged to Portland's young mayor and is living a safe, proscribed, loveless life. The story is told from both Lena and Hana's points of view.

As Lena struggles to save the people she loves, everything comes to a head in this exciting finale to Lauren Oliver's epic trilogy. REQUIEM is a sophisticated, wide-ranging novel that explores the large issues of society, government, and resistance, and of course, there is romance.


Review:
Warning: spoiler!!

Begitu saya menyelesaikan buku ini, saya hanya bisa mendesah kecewa. Cerita sekeren Delirium hanya berakhir seperti itu. Atau lebih tepatnya, tidak punya ending. Banyak hal tidak terselesaikan di buku ini. Saya mengerti kalau saya tidak bisa selalu mengharapkan ending yang memuaskan. Tapi menggantung bukanlah ending. Bahkan kalimat terakhir bukunya lebih cocok untuk buku yang masih memiliki sequelnya.

“Take down the walls. 
That is, after all, the whole point. 
You do not know what will happen if you take down the walls; you cannot see through to the other side, don't know whether it will bring freedom or ruin, resolution or chaos. It might be paradise or destruction. 
Take down the walls.
Otherwise you must live closely, in fear, building barricades against the unknown, saying prayers against the darkness, speaking verse of terror and tightness.
Otherwise you may never know hell; but you will not find heaven, either. You will not know fresh air and flying.
All of you, wherever you are: in your spiny cities, or your one bump towns. Find it, the hard stuff, the links of metal and chink, the fragments of stone filling you stomach. 
And pull, and pull, and pull.
I will make a pact with you: I will do it if you will do it, always and forever.
Take down the walls.” 

Itulah paragraf terakhir di buku ini. Kebetulan perang sedang berlangsung dan pihak Lena baru saja meruntuhkan dinding kota. Tapi di situlah cerita berakhir. -.- Saya masih ingin tahu soal nasib Hana dan apa yang terjadi saat pihak musuh kalah. Memang penulis sudah membereskan masalah cowok yang dipilih Lena. Tapi buku ini kan bukan hanya tentang cinta segitiga. Bahkan penyelesaian masalah itu juga cuma terjadi dalam beberapa paragraf. Sepanjang buku, Lena selalu bersama Julian sementara di latar belakang Alex mendiamkan Lena. Lalu karena Julian memisahkan diri dalam perang, Lena pun bertemu dengan Alex dalam kekacauan itu. Mereka berbicara soal perasaan dan selesai. Julian bahkan belum tahu kalau Lena sudah memilih Alex. Ugh...

Buku ini diceritakan dalam dua sudut pandang secara bergantian: Hana dan Lena. Entah kenapa saya suka sekali bagian Hana yang sudah mendapatkan obat delirium. Hidupnya monoton, namun ternyata dia tidak benar-benar disembuhkan. Ia masih merasa seperti ada sesuatu yang hilang di masa lalunya. Ia juga masih bisa merasa bersalah terhadap Lena karena hal buruk yang pernah dilakukannya (saya cukup terkejut kalau ternyata dialah penyebab Alex ditangkap). Belum lagi calon suaminya yang psikopat. Saya agak merinding gitu bacanya. Sementara itu, bagian Lena tidak memiliki kemajuan plot yang berarti selain membahas soal strategi perang. Tapi itu juga singkat saja karena Lena bukan pejuang utama. Oh, ada tokoh penting yang mati pula. Tapi nggak ada penjelasan lebih lanjut soal itu karena cerita sudah berakhir. Kesallllllll!!!!!

Intinya mah saya kesal sama endingnya yang nggak selesai. Saya mau ada lanjutannya. Grrr...

Di bagian belakang buku ada bonus novela mengenai Alex. Novela ini setidaknya membuat saya cukup memahami karakter Alex walaupun tidak banyak. 

“How did I love her?
Let me count the ways.
The freckles on her nose like the shadow of a shadow; the way she chewed on her lower lip when she walked and how when she ran she looked like she was born going fast and how she fit perfectly against my chest; her smell and the touch of her lips and her skin, which was always warm, and how she smiled.
Like she had a secret.
How she always made up words during Scrabble. Hyddym (secret music). Grofp (cafeteria food). Quaw (the sound a baby duck makes). How she burped her way through the alphabet once, and I laughed so hard I spat out soda through my nose.
And how she looked at me like I could save her from everything bad in the world.

This was my secret: she was the one who saved me.”  (gila kalimatnya, sangat jelas betapa sayangnya Alex sama Lena...)

Saya menuntut penulis bikin buku lanjutannya! Kenapa kau begitu tega mengakhiri cerita keren seperti ini? T.T

3/5

2 comments:

  1. entar akhirnya si lena sama alex atau julian kak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama si alex, tapi tidak selesai sih sebenernya konfliknya dgn julian jg...

      Delete