Wednesday 14 December 2016

Clockwork Princess


Judul : Clockwork Princess (The Infernal Devices #3)
Penulis : Cassandra Clare
Tebal : 568 halaman
Penerbit : Walker Books Ltd

THE INFERNAL DEVICES WILL NEVER STOP COMING

A net of shadows begins to tighten around the Shadowhunters of the London Institute. Mortmain plans to use his Infernal Devices, an army of pitiless automatons, to destroy the Shadowhunters. He needs only one last item to complete his plan: he needs Tessa Gray.

Charlotte Branwell, head of the London Institute, is desperate to find Mortmain before he strikes. But when Mortmain abducts Tessa, the boys who lay equal claim to her heart, Jem and Will, will do anything to save her. For though Tessa and Jem are now engaged, Will is as much in love with her as ever.

As those who love Tessa rally to rescue her from Mortmain’s clutches, Tessa realizes that the only person who can save her is herself. But can a single girl, even one who can command the power of angels, face down an entire army?



Review:
Kalau saya boleh jujur, Cassandra Clare tidak begitu jago bikin plot cerita yang bisa membuat saya penasaran. Tapi setting dan karakter yang diciptakannya sangat menarik sampai-sampai saya tidak peduli pada hal-hal lain di buku ini. Saya suka banget dengan setting dunianya dan berharap bisa tinggal di dalamnya.

Mortmain masih bebas dan bersembunyi untuk merencanakan kehancuran Shadowhunter. Kunci utamanya adalah Tessa. Jujur, saya paling penasaran dengan asal-usul Tessa. Dari buku pertama, penulis sepertinya sengaja membuka misterinya sedikit-sedikit supaya pembaca gemas. Dan saat misteri itu terbuka, saya hanya bisa membacanya berulang-ulang. Bagus banget. Ironis, cukup rumit, dan tak terduga. Ternyata itulah alasan Tessa berpenampilan seperti orang normal walau memiliki darah demon, kenapa Tessa tidak mati padahal seharusnya anak demon tidak bisa bertahan hidup di dalam rahim seorang Shadowhunter yang memiliki darah malaikat.

Masalah di buku ini berputar di sekitar usaha Charlotte dalam mempertahankan haknya sebagai perempuan untuk tetap memimpin akademi London, bagaimana menghancurkan Mortmain beserta tentara clockwork-nya, dan tentu saja kematian Jem. Bagi saya yang sudah jatuh cinta pada sosok Jem dan Will, buku ini adalah tentang mereka. Tentang ikatan tak terpecahkan antara sepasang parabatai, melebihi ikatan antara dua orang sahabat. Saya menangis saat Will merasakan kepergian Jem, saat rune parabatainya hancur dan berdarah. Saya tidak tahu bagaimana Cassandra Clare bisa  membawa saya ke titik ini. Terlalu menyakitkan melihat Will kehilangan Jem, terlalu menyakitkan menyaksikan kesedihan Jem saat tahu kalau Will juga mencintai Tessa. Dan untuk pertama kalinya, saya ingin seorang tokoh utama jadian dengan kedua cowoknya. Saya selalu kesal dengan cinta segitiga karena biasanya terkesan konyol. Antara si ceweknya yang plin plan dan menduakan atau cowok tokoh keduanya yang terlalu bodoh karena maksa pengen sama si cewek padahal sudah jelas tidak punya peluang lagi.

Cara penulis mengakhiri cerita ini sangatlah tepat. Bittersweet dan juga kejam. Saya tidak tahan saat Jem mengucapkan selamat tinggal pada Will untuk terakhir kalinya. Jem yang tanpa emosi berbicara dengan datar seakan sudah tidak punya sisi manusiawi lagi, sementara Will terpaksa menerima keadaan sekalipun setengah jiwanya hancur. Sialan. Konsep parabatai ini bikin saya sakit hati karena saya pasti akan terus ingat kehilangan yang harus dihadapi Will dan Jem. 

Dan seakan belum cukup dengan kekejaman itu, Cassandra Clare menambahkan epilog. Jadi begini. Pertama kali saya sadar betapa sedih dan kesepiannya konsep imortalitas itu adalah waktu Simon dihibur oleh Magnus di seri The Mortal Instruments. Tapi itu tidak ada apa-apanya dengan epilog di buku ini. Tessa yang imortal harus menghadapi orang-orang yang disayanginya mati satu per satu. Termasuk Will dan anak-anaknya. My poor heart... Kilasan pertemuan Tessa, Will, dan Jem dari tahun ke tahun juga membuat hati saya diremas-remas. Dan setelah ratusan tahun, satu-satunya penghubung Tessa dengan masa lalu hanyalah pertemuannya dengan Jem setahun sekali di Blackfriar Bridge, tempat kenangan mereka saat pertama kali keduanya melakukan percakapan dari hati ke hati dulu. Juga Magnus, tentu saja. Warlock satu ini selalu ada di mana-mana.

Seri ini menghantui saya dengan seluruh perasaan sakit hati yang saya rasakan sewaktu membacanya. Dan saya akan selalu ingat pada Tessa, Will, dan Jem sampai kapanpun. Mereka bertiga akan selalu menjadi karakter favorit saya. Beneran, saya tidak peduli dengan cerita apapun yang Cassandra Clara buat. Selama dia menceritakan dunia Shadowhunter dan menciptakan karakter-karakter yang mengalami tragedi seperti tiga orang itu, saya bakal baca semuanya.

Seri The Infernal Devices:
3. Clockwork Princess

5/5

No comments:

Post a Comment