Friday 4 August 2017

Thirteen Reasons Why


Judul : Thirteen Reasons Why
Penulis : Jay Asher
Tebal : 288 halaman
Penerbit : Penguins

You can't stop the future.

You can't rewind the past.

The only way to learn the secret is to press play.

Clay Jensen returns home to find a strange package with his name on it. Inside he discovers several cassette tapes recorded by Hannah Baker – his classmate and first love – who committed suicide two weeks earlier.

Hannah's voice explains there are thirteen reasons why she killed herself. Clay is one of them. If he listens, he'll find out why.

All through the night, Clay keeps listening – and what he discovers changes his life... forever.
 


Review:
Saya sudah menimbun buku ini lama sekali. Sebenarnya saya kurang tertarik baca karena ceritanya lumayan jelas. Tentang orang yang bunuh diri dan mewariskan kaset kepada orang-orang yang berperan dalam pembunuhannya. Tidak tahu kenapa saya merasa tindakan itu terkesan seperti menarik perhatian. Tapi siapa saya untuk menghakimi seperti itu? 

Lalu buku ini dibikin film serian. Kelemahan saya banget. Sebelum nonton, saya harus baca dulu. Jadi, akhirnya saya membaca buku ini.

Buku ini enak sekali dibacanya. Mudah dan mengalir. Bahasanya sederhana dan langsung ke titik masalah. 

Ceritanya tentang Hannah Baker, seorang remaja yang bunuh diri. Kebetulan dia adalah cewek yang disukai si tokoh utama, Clay Jensen (nama belakangnya bagusssss!!!). Dari adegan awal, saya langsung dibawa masuk ke dalam cerita. Clay menerima kaset dan mendengar suara Hannah lewat kaset-kaset itu. 

Saya cukup suka dengan ide unik ini. Sisi gelap saya suka pada Hannah yang meneror orang-orang yang pernah mem-bully dia dengan kaset-kaset itu. Suara dari alam kematian. Tapi selain misteri bunuh dirinya, saya tidak terlalu penasaran dengan hal lainnya. Semua tokohnya terkesan tidak nyata karena saya hanya mengenal mereka dari sisi Hannah. Saya tidak tahu alasan atau motivasi mereka di belakang itu. Clay juga bukan karakter yang menonjol. Dia terlalu pasif dan seperti tidak punya passion. Sebagai tokoh utama, dia tidak menarik. 

Endingnya terlalu asal buat saya. Tokoh lain muncul secara tiba-tiba dan dibuat menggantung begitu saja. Memang sih, kesannya puitis dan melambangkan kesempatan kedua. Tapi saya kurang suka ending seperti itu. 

Dan... saya sudah nonton filmnya. Jauh lebih bagus dan detail. Saya bisa mengenal setiap karakternya dengan lebih baik dan bahkan bersimpati dengan mereka. Keren. Jarang-jarang saya bilang film lebih bagus dari buku.

3/5

No comments:

Post a Comment